MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
SEKOLAH
Menurut BSNP Depdiknas (2006) dan
Mulyasa (2006),
penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan
perencanaan sekolah/madrasah.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:
Melakukan koordinasi dengan dinas
pendidikan setempat Melakukan analisis konteks Penyiapan dan penyusunan draf
Reviu dan revisi draf Finalisasi draf Pemberlakuan KTSP Koordinasi perlu
dilakukan oleh kepala sekolah dalam merencanakan dan menyusun KTSP.
Kegiatan koordinasi sekurangkurangnya
menyangkut dua kegiatan sebagai berikut:
Melakukan koordinasi mengenai rencana
penyusunan KTSP dengan dinas pendidikan kabupaten/kota setempat Menghubungi
ahli pendidikan setempat untuk diminta bantuannya sebagai nara sumber dalam
kegiatan penyusunan KTSP.
Analisis konteks merupakan kegiatan yang
mengawali penyusunan KTSP.
Kegiatan ini dapat dilakukan dalam rapat
kerja atau lokakarya yang diikuti oleh tim penyusun KTSP. Kegiatan menganalisis
konteks mencakup dua hal pokok, yaitu: Analisis potensi dan kekuatan/kelemahan
yang ada di sekolah (peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
prasarana, biaya, dan program-program yang ada di sekolah). Analisis peluang
dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar (komite sekolah,
dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan
dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya). Mengidentifikasi standar isi
dan standar kompetensi lulusan sebagai acuan dalam penyusunan KTSP. Setelah tim
penyusun KTSP memahami potensi dan kekuatan/kelemahan sekolahnya, serta peluang
dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungannya, tibalah saatnya tim
mulai bekerja menyiapkan dan menyusun draft KTSP. Kegiatan ini dapat juga
dilakukan dalam suatu rapat kerja atau lokakarya yang dihadiri oleh seluruh
anggota tim penyusun KTSP.
Tahapan-tahapan dalam manajemen mutu
KTSP, dimulai dari perumusan perangkat KTSP dengan melibatkan stake holders
sekolah, yang terdiri atas:
(1) pengembangan silabus,
(2) penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran, dan
(3) penyusunan perangkat evaluasi berbasis
kelas. Adapun stake holder sekolah yang dilibatkan dalam perumusan perangkat
KTSP adalah:
kepala sekolah (ketua merangkap
anggota),
guru (anggota), konselor sekolah (anggota),
komite sekolah (anggota),
ahli pendidikan (nara sumber),
dinas pendidikan (koordinasi dan
supervisi).
Dalam KTSP tersebut juga dirumuskan kriteria
ketuntatasan minimal (KKM) yang harus dicapai oleh peserta didik pada
masing-masing mata pelajaran dan kelas. Pengontrolan atas mutu KTSP yang
dirumuskan oleh sekolah beserta dengan stake holdersnya dilakukan dengan
membandingkan dengan kisi-kisi evaluasi KTSP baik dari segi rumusannya,
pihak-pihak yang terlibat dan dari segi substansinya. Manajemen pembelajaran
adalah sebagai kelanjutan dari manajemen mutu kurikulum. Jika manajemen mutu
kurikulum terkait dengan aspek rumusannya, maka manajemen mutu pembelajaran
terkait dengan implementasi kurikulum di tingkat kelas. Dalam perspektif KTSP,
menurut BSNP Depdiknas (2006) dan Mulyasa (2006), manajemen mutu pembelajaran
adalah suatu aktivitas yang mengupayakan agar siswa terkondisi untuk belajar.
Belajar sendiri merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau
pemahaman. Guru memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya
dalam membangun gagasan. Tanggungjawab belajar ada pada diri siswa, tetapi guru
bertanggungjawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi
dan tanggungjawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Agar manajemen mutu
pembelajaran berjalan dengan efektif, ada sejumlah prinsip yang menurut
perspektif KTSP harus dipedomani. Prinsip tersebut diangkat dari bebagai
perspektif psikologi (behavioristik, kognitif, humanistik dan gestal), yaitu:
Berpusat pada siswa, ialah bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya mengkondisikan
agar siswa belajar sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan potensinya,
Belajar dengan melakukan, ialah memberikan pengalaman nyata sehari-hari,
terkait penerapan konsep, kaidah dan prinsip disiplin ilmu yang dipelajari,
Mengembangkan kemampuan sosial, ialah memberikan kesempatan kepada siswa
mengkomunikasikan gagasannya kepada siswa lain dan guru, Mengembangkan
keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan, sebagai model dasar untuk bersikap
peka, kritis, mandiri dan kreatif serta bertakwa kepada tuhan, Mengembangkan
ketrampilan pemecahan masalah, karena keberhasilan hidup banyak ditentukan oleh
kemampuan untuk memecahkan masalah, Mengembangkan kreativitas siswa, dengan
cara memberi kesempatan dan kebebasan kepada siswa untuk berkarya secara
bersinambung, Membangun kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi, dengan
memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh informasi dari berbagai media,
Menumbuh-kembangkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, Belajar sepanjang
hayat, ialah bahwa pembelajaran perlu mendorong siswa untuk melihat dirinya
secara positif, mengenali diri sendiri, percaya diri, memahami diri sendiri dan
orang lain serta mendorong dirinya sendiri untuk terus belajar sepanjang hayat,
dan Adanya perpaduan antara kompetisi, kerja sama dan solidaritas. Sementara
itu, manajemen mutu kelas adalah pengaturan terhadap fisik dan psikologis kelas
agar teroskestrasi sehingga menjadi sebuah panggung yang menarik siswa untuk
terlibat dalam proses pembelajaran. Mengingat kelas yang kondusif adalah
prasyarat bagi pembelajaran yang kondusif, maka manajemen mutu kelas juga
menjadi prasyarat mutu pembelajaran. Ruang kelas harus diorkestrasikan sehingga
memungkinkan aksesibilitas (siswa mudah menjangkau alat dan sumber belajar),
interaksi (hubungan timbal balik siswa-siswa dan siswa-guru), dan variasi kerja
siswa (bekerja perorangan, berpasangan dan kelompok). DePorter (2002) melalui
Quantum Teaching mengedepankan perlunya mengorkestrasi kelas dengan label
lingkungan yang mendukung. Kelas yang baik menurutnya didukung dengan poster
ikon, poter afirmasi, warna yang disukai dan menggairahkan, serta alat bantu
belajar. Guna menguji bermutu tidaknya suatu kelas, seorang kepala sekolah
dapat membunyikan bel tanda istirahat sebelum pembelajaran selesai. Ketika
siswa cepat berhamburan keluar dari ruangan kelas dan merespon dengan teriak
”hore”, maka kelas tersebut dipandang tidak begitu bermutu. Sebaliknya jika
siswa merespon dengan ungkapan ”huu...” dan mereka tidak mau keluar dari
kelasnya, maka itu adalah indikator kelas yang bermutu. Dengan perkataan lain,
kelas yang bermutu adalah menarik secara fisik dan secara psikologis. Baik
kemenarikan secara fisik maupun psikologis, sengaja didisain oleh manajer
sekolah dan diimplementasikan serta diperbaiki secara berulang.
Sumber :
DIREKTORAT JENDERAL PMPTK, 2009, Dimensi
Kompetensi Manajerial, Jakarta, DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL.... Baca
Selengkapnya di : HTTP://WWW.M-EDUKASI.WEB.ID/2012/06/MANAJEMEN-KURIKULUM-DAN-PEMBELAJARAN.HTML
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
No comments:
Post a Comment